Tanggamus, – Mirza YB Wakil Panglima Perang Penggitokh Alam wilayah Tanggamus Kerajaan Adat Paksi Pak Sekala Brak Kepaksian Pernong Lampung mengapresiasi kedatangan Suttan Junjungan Sakti ke – 27 di Bumi Begawi Jejama Kabupaten Tanggamus tepatnya di Pekon Umbul Buah Kecamatan Kotaagung Timur, pada Senin (24/10) lalu, bersama Irjend Pol (P) Dr. Ike Edwin, S.I.K, S.H, M.H. selaku tokoh adat Lampung.

 

“Pada kesempatan ini kami masyarakat adat sangat bangga dan berbahagia, bahwa kami masyarakat adat sai batin di kota agung, pekon umbul buah, kedatangan tamu agung dalam rangka anjau silau, yaitu Saibatin Kepaksian Belunguh “Pun Yanuar Firmansyah”, Suttan Junjungan Sakti, didampingi juga oleh Irjend Pol (P) Dr. Ike Edwin, S.I.K, S.H, M.H,”kata Mirza YB. Rabu (26/10/22).

 

Tentunya ini adalah momen dimana di Pekon Umbul Buah memang sebagian masyarakat adat yang ada disini merupakan bagian daripada masyarakat adat yang dahulu “ngebujakh” dari Bumi Sekala Brak, membangun negeri baru, mencari penghidupan dengan mencari lahan untuk berkebun sampai di wilayah pekon umbul buah ini yang asalnya dari Kepaksian Belunguh.

 

“Karna memang sudah beberapa generasi kami masyarakat disini tidak disambangi sosok Sultan Kepaksian Belunguh,”terang Mirza.

 

Dalam perhelatan Anjau Silau silaturahmi ini ada beberapa hal yang disampaikan Dang Ike, dari yang disampaikan Dang Ike justru sebetulnya menjadi pertanyaan bagi kami masyarakat adat yang ada di Kabupaten Tanggamus.

 

“Karna kami masyarakat adat disini sedikitnya memahami, bahwa benar Paksi Pak Sekala Brak merupakan asal usul ulun lampung wabil khusus masyarakat adat Saibatin. Tapi yang kami tau Paksi Pak itu memiliki motto Satu Tidak Bersekutu, Pisah Tidak Bercerai. Duduk sama rendah, Berdiri sama Tinggi,”terang Mirza.

Lanjutnya, Ini menjadi pegangan kami yang di usung dari zaman nenek moyang, artinya tidak ada yang lebih tua, dan tidak ada yang merasa paling tua, kedudukan sama, serta derajat nya pun sama.

 

Bagaimana mungkin dalam kesempatan kemarin Dang Ike menyampaikan bahwa yang paling Tua Belunguh, Nomor 2 Pernong, Nomor 3 Nyerupa, Nomor 4 Bejalan Di Way.

Apakah pernyataan itu berdasar dan benar adanya, karna pemahaman masyarakat adat dari tambo dan cerita turun temurun tidak demikian seperti apa yang disampaikan Dang Ike.

 

Kami menjadi khawatir justru pernyataan tersebut apabila tidak benar adanya menjadi pemicu perpecahan dan menjadi polemik besar.

Menjadi boomerang, bicara adat, cinta adat, hendak melestarikan adat justru memecah belah persatuan, dan merusak tatanan didalam adat. Niatnya baik tapi caranya salah dan tidak bisa dibenarkan serta di pertanggungjawabkan. (Red/Mas’ud)