Ratusan petani di Lampung Timur dan Lampung Selatan menggeruduk Kantor DPRD Lampung, Rabu (10/1).Mereka datang beramai-ramai menggunakan truk untuk menuntut pembatalan sertifikat yang diterbitkan atas lahan yang mereka kelola. Tetapi, kedatangan mereka disambut oleh kawat berduri.
Petani dari Lampung Timur, adalah penggarap lahan Register 38 Gunung Balak seluas 401 hektare yang lokasinya ada di Desa Wana, Lampung Timur. Mereka yang menggarap lahan sejak 1960 kaget lantaran tiba-tiba diterbitkan sertifikat tanah atas nama orang lain pada tahun 2021.
Petani menduga ada aktivitas mafia tanah atas proses penerbitan Sertifikat Hak Miliki (SHM) di lahan register itu.
Sementara itu, petani dari Lampung Selatan, adalah penggarap lahan Pemprov Lampung yang sejak tahun 2022, harus membayar sewa atas penggunaan lahan itu.
Kebijakan sewa itu kemudian diprotes petani karena dinilai memberatkan dengan nilai Rp 3 juta per hektare per tahun.
Mewakili para petani, Direktur LBH Bandar Lampung Sumaindra Jawardi menyampaikan terdapat lima tuntutan petani atas permasalahan mereka.
1. Negara harus segera mewujudkan reforma agraria.
2. Pemprov Lampung untuk segera menyelesaikan konflik agraria di Lampung, khususnya di Lampung Selatan dan Lampung Timur.
3. Menghentikan segala bentuk perampasan tanah rakyat.
4. Menghentikan intimidasi kepada rakyat yang berhadapan dengan konflik agraria.
5. Mengusut tuntas persoalan mafia tanah di Lampung.
Ketua Komisi I DPRD Provinsi Lampung, Budiman AS berjanji akan menyelesaikan permasalahan yang disampaikan oleh para petani.
“Kami dari Komisi I yang salah satu tugasnya adalah pada bidang pertanahan. Hari ini kami berterimakasih kepada para petani yang telah mempercayakan aspirasinya kepada kami. Kami berjanji akan menyelesaikan masalah ini, dan akan memanggil para pihak-pihak terkait,” ucapnya.